Air Susu Dibalas Nyawa: Kisah Inspiratif Agar Tidak Menunda Berbuat Kebaikan Meskipun Sepele
Kisah inspiratif penuh haru tentang kebaikan yang kelihatannya kecil, berbalas indah secara tak terduga. Segelas susu di masa lalu menjadi penolong nyawa puluhan tahun kemudian. Sebuah tulisan yang akan mengilhami Anda untuk tidak pernah menunda berbuat baik.
KISAH INSPIRATIF
10/11/20253 min read


Kisah Dari Grup 4 Sekawan
Hari ini seorang sahabat meneruskan tulisan yang berisi sebuah kisah yang sangat menginspirasi (buat saya) di grup 4 Sekawan — grup kecil berisi empat perempuan yang sudah bersahabat sejak di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kami tumbuh bersama walau dipisahkan oleh jarak. Dua sahabat masih menetap di kota Bandar Lampung. Seorang merantau ke negri jiran Malaysia. Dan saya sendiri, setelah melanglangbuana berganti domisili, saat ini menetap di wilayah yang termasuk dalam asuhannya Kang Dedi Mulyadi.
Dan hari ini Buyud mengirimkan sebuah kisah yang membuat saya berhenti sejenak dari aktifitas membuat konten untuk bisnis busana saya bersama sahabat yang di Malaysia, Denura.Id. Sebuah cerita sederhana namun terasa menembus jauh ke hati. Ada pesan baik yang langsung tertanam di kepala saya setelah membacanya. Judul tulisan tersebut : Air Susu Dibalas Dengan Nyawa. Sedikit tidak biasa, setau saya dari pepatah dalam pelajaran Bahasa Indonesia di SD dulu, kalimatnya : Air Susu Dibalas Dengan Air Tuba. Iya kan ?
Ceritanya bermula dari sosok seorang anak lali-laki miskin yang berjuang bertahan hidup dengan menjual asongan dari pintu ke pintu di sebuah desa. Di suatu hari yang berat dan panas, perutnya terasa sangat lapar, tubuhnya lelah dan sangat kehausan. Sedangkan uang di sakunya hanya ada beberapa rupiah hasilnya berdagang yang belum juga menjual setengah bawaannya. Ia memutuskan untuk meminta makanan di rumah betikutnya, tetapi keberaniannya surut ketika pintu terbuka dan seorang perempuan muda muncul. Dengan suara lirih, ia hanya berani meminta segelas air.
Namun perempuan muda itu mampu melihat lebih dalam—melihat letih dan lapar di mata anak itu. Ia pun masuk ke dapur, lalu kembali dengan segelas susu hangat. Anak itu meminumnya perlahan, penuh dengan rasa syukur. Sebelum beranjak pergi, anak itu bertanya berapa yang harus ia bayar. Dan perempuan itu tersenyum dan berkata lembut, “ Kamu tidak perlu membayar apapun nak. Agama kami mengajarkan, jangan menerima bayaran untuk kebaikan” — Kebaikan seringkali tampak sepele, namun dampaknya bisa sangat signifikan bagi kehidupan orang lain.
Tahun demi tahun berlalu. Waktu dan perjuangan hidup membawa anak lelaki itu menjadi seorang spesialis jantung ternama di kota Jakarta. Sementara di belahan lain, perempuan baik hati itu terbaring lemah karena sakit parah. Penyakit jantungnya begitu serius sehingga dokter di kotanya tak lagi sanggup menangani. Ia pun dirujuk ke Jakarta, ke rumah sakit besar khusus jantung dimana seorang dokter spesialis muda bertugas.
Takdir mempertemukan mereka kembali dengan jalan yang diciptakan semesta. Sang dokter membaca berkas pasien dan melihat nama kota asalnya, hatinya bergetar. Ia segera menuju ruang perawatan dan mengenali dengan pasti wajah yang pernah tersenyum lembut kepadanya di masa kecil. Ia menatap dalam perempuan yang sedang tertidur itu, lalu bertekad : ibu ini harus sembuh.
Hari demi hari, dokter itu memberi perhatian sepenuh hati, seolah membayar hutangnya yang tak pula pernah ditagih. Hingga akhirnya, setelah perjuangan panjang dan berakhir dengan operasi dengan tingkat kesulitan tinggi yang berjalan sukses, ibu itu dinyatakan sembuh.
Bebrapa hari kemudian, ia menerima tagihan rumah sakit. Dengan tangan gemetar karena takut tak sanggup membayar tagihannya yang pasti sangat besar—ia membuka amplop tagihan rumah sakit. Namun tiba-tiba matanya basah ketika membaca tulisan di pojok atas lembaran itu : “ TELAH DIBAYAR LUNAS DENGAN SEGELAS SUSU” —Tertanda : Dokter Spesialis Jantung.
Air matanya tumpah. Ia menatap langit, menyadari bahwa kasih Tuhan bisa menjelma dalam bentuk manusia yang pernah disentuh kebaikan kita di masa lalu.
Pengingat Diri
Kisah ini mengingatkan saya bahwa kebaikan tidak pernah lenyap. Mungkin iya terlupakan oleh waktu karena kita menilai itu terlalu kecil untuk ukuran kemampuan kita membantu, tapi tidak dalam catatan semesta. Ia berputar, mencari jalannya kembali dalam wujud yang kadang mengejutkan : pertolongan, rezeki atau bahkan kehidupan yang terselamatkan.
Mungkin kita luput dalam menelaah, kesuksesan anak kita dalam pendidikan dan bisnisnya, rejeki suami dapat proyekan, diberi menantu cantik dan baik, dihadiahi cucu cantik lucu dan sehat, orangtua yang panjang usia dan dalam keadaan sehat wal-afiat, mungkin hanya karena hal-hal sepele yang pernah kita lakukan. Yang kita sendiri pun tidak mencatat itu sebuah kebaikan. Mungkin, kita pernah memberi makan kucing jalanan dan mereka mengirim doa ke langit untuk saya ? Hmm.. bisa jadi…
Atau mungkin, kita pernah membeli dagangan bapak tua yang menggotong pisang di siang bolong hanya dengan harga beberapa puluh ribu yang tak seberapa ?
Bisa jadi juga, karena kita tidak pernah mau menawar dagangan untuk bahan yang mudah busuk seperti membeli sayuran dan buah, karena belas kasih di hati kita untuk pedagang kecil.
Atauuu… memberi hutangan pada yang benar-benar sangat butuh dibantu, padahal kita sendiri tak pula banyak tabungan tersisa.
Ada ajaran yang baik, begini :
“Barangsiapa yang memudahklan urusan orang yang kesusahan, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akherat”-HR. Muslim
Jangan Tunda Berbuat Kebaikan
Mungkin hari ini kita hanya memberi segelas air putih kuli galian di depan rumah—hal kecil, sepele. Tapi siapa tahu, esok hari Tuhan mengembalikannya dalam bentuk yang jauh lebih besar dari yang bisa kita bayangkan. Soal besar kecilnya kebaikan yang kita lakukan, ini kan tergantung siapanya. Mungkin bagi kita sepele, kecil, tak ada harganya. Tapi bagi kuli galian yang kepanasan dan sangat kehausan, kebaikan kita itu bukanlah hal kecil!
Di balik setiap niat baik, ada tangan Tuhan yang bekerja diam-diam. menenun kisah indah tentang kasih, balasan dan kehidupan yang berputar penuh keajaiban.
Jadi, masih mau menunda berbuat baik ? Kata nenek, “ Jangan ya dek… jangaaannn……”