Masukkan Cici Vonni Dalam Doa - Inspirasi Mengisi Tumbuh Kembang Anak Usia 0-5 Tahun

Kadang, pelajaran hidup tak datang dari kisah besar, tapi dari tangan-tangan kecil yang meniru kasih. Dari tingkah laku polos anak balita, kita belajar kembali arti doa, cinta dan ketulusan yang sederhana tanpa sedikitpun pencitraan disana.

KEPING KENANGAN

10/13/20252 min baca

Doa Untuk Cici Vonni

Hari itu seminggu sebelum ulang tahun Audi yang kedua. Cuaca di Cibubur panas terik menyengat kepala, tapi saya tetap antusias berangkat mengunjungi Audi seperti biasa. Bedanya, kali ini ada yang istimewa — saya membawa hadiah ulang tahun yang sudah lama direncanakan: sebuah sepeda roda tiga.

Sebelum menuju Gading Serpong, saya mampir dulu ke toko sepeda. Sebenarnya, saya sudah menaksir satu sepeda sejak beberapa minggu sebelumnya, tapi belum membelinya. Siapa tahu ada yang lebih cocok. Setelah berkeliling, ternyata hati saya tetap tertambat pada sepeda yang sama — sepeda kecil berwarna pink muda, manis dan lembut, saya pikir cocok sekali untuk cucu perempuan.

Sesampainya di rumah Audi, saya melihatnya tengah bermain sepeda roda tiga dengan gagang dorong bersama Cici Vonni — kakak sepupu mamanya. Begitu melihat saya, Audi berlari kecil mendekat, dan saya segera menurunkan sepeda baru berikut kartu ucapan yang tentu saja belum bisa ia baca.

“Waaah, udah punya sepeda ya?”

“Iya,” jawab Cici Vonni sambil tersenyum, “baru dibeliin Akungnya.”

Sepeda yang saya bawa memang lebih besar dan tanpa pendorong. Usia Audi belum cukup untuk mengayuhnya sendiri — kakinya saja belum kuat menapak pedal. Tapi semangat saya tak kalah besar. Ketika Cici Vonni pergi sebentar ke minimarket, saya dan Audi berkeliling kompleks. Saya membungkuk mendorong sepedanya pelan-pelan, sementara Audi tertawa happy. Untuk neneknya, momen itu jadi latihan fisik sekaligus latihan sabar — masih perkasa juga ternyata!

Menjelang waktu salat Asar, saya meminjam mukena milik Cici. Saat salat, saya  tau Audi Audi memperhatikan saya dari jarak sekitar tiga meter. Setelah salam, saya memanggilnya. Audi datang dan duduk di pangkuan saya yang masih mengenakan mukena lengkap.

“Kita doain Mama sama Ayah yuk?”

Ia mengangkat kedua tangannya menirukan posisi berdoa. Lalu saya mulai membacakan doa:

“Rabbighfirli… warhamni… waliwalidayya… warhamhumma… kama rabbayani shaghira…”

Saya menerjemahkan  doanya : 

“Ya Allah, ampunilah dosaku, dosa Mama dan Ayah…..

Belum sempat saya lanjutkan, Audi tiba-tiba menimpali dengan suara kecilnya,

“Cici…”

Saya tertegun sejenak. Wow! — Audi mengingat Cici Vonni dalam doanya. Ada rasa senang di hati ini, cucu mungil saya baik hati…. lalu saya melanjutkan:

“Oh iya, ya Allah… Cici juga. Ampuni dosa Cici, sayangilah mereka semua seperti mereka sayang sama Audi. Aamiin.”

Audi pun menutup doa dengan gerakan kecil mengusap wajahnya.

Bisa Belajar Apa?

Audi, cucu perempuan saya, waktu itu belum genap dua tahun. Bicaranya belum lancar, baru sebatas meniru ujung kata yang ia dengar. Tapi yang membuat kami sering takjub, ia seperti memahami banyak hal.

“Tolong buangin sampah, sayang…”

Audi akan sigap melakukannya — membuka pintu kitchen set, menginjak pedal tong sampah, menaruh sampah kedalamnya, lalu menutup lagi dengan rapi.

“Kasih Mama, ya…”

“Kita rapiin yuk di kulkas…”

Semua ia lakukan dengan pemahaman sederhana bahwa semua itu hal menyenangkan baginya.  Dan yang paling lucu, setiap kali merasa senang atau mendapat bantuan, Audi akan berkata: “Makasih ….. ama-ama…”

—  Bagi Audi, dua kata itu adalah satu paket untuk bilang terima kasih.

Kata para ahli, usia dua tahun memang masa keemasan perkembangan otak anak. Mereka menyerap seperti spons — setiap ucapan, tindakan, bahkan nada emosi di sekitarnya. Karena itu, peran orang tua dan orang-orang baik di sekitar anak sangat penting. Sayang sekali kalau ruang di otak mereka diisi hal-hal yang kurang baik, karena semua akan tertanam begitu dalam.

Selain otak, anak-anak belajar lewat penglihatan. Mereka meniru kasih sayang, kelembutan, maupun ketidaksabaran dari orang-orang yang mereka percayai. Cici Vonni — yang setiap hari menemani Audi bermain, belajar banyak hal seperti lagu, makan, siaga ketika Audi butuh sesuatu sedangkan mama dan ayah sedang nggak ada — menjadi contoh nyata kasih dan perhatian. Tak heran jika dalam doa polosnya, Audi spontan ingin mendoakan Cici juga.

Dari peristiwa kecil itu, saya belajar bahwa anak kecil tak perlu diajari mencintai — mereka hanya perlu melihat cinta di sekelilingnya.

✨️

Bagaimana menurutmu, Bu? Dari kisah sederhana ini, apa pelajaran yang kamu temukan hari ini?